Secercah Cahaya Surga Gua Grubug

Menikmati keindahan alam tidak hanya dapat dilakukan dengan naik gunung atau pergi ke pantai. Kegelapan dan kesunyian gua juga memiliki daya tarik tersendiri terutama dengan indahnya ornamen gua yang terbentuk. Setelah berlelah-lelah 5 hari menjalani DIKLATSAR XXVI Kapala Magmagama di sekitar Gunung Lawu, kami mengadakan caving perdana di kepengurusan yang baru ini. Target awalnya adalah Luweng Ombo di Pacitan. Luweng Ombo sendiri merupakan gua single pitch dengan kedalaman kurang lebih 125m. Karena keterbatasan alat dan belum sempat mengurus perijinan, akhirnya team memutuskan untuk turun di Gua Grubug yang juga berupa sumuran dengan kedalaman kurang lebih 90m.

Gua Grubug ini disambungkan oleh lorong horizontal dengan Gua Jomblang. Sejatinya, “cahaya surga” yang sering disebutkan saat wisatawan turun Gua Jomblang berasal dari Gua Grubug. Namun, karena jarak pitch yang lebih rendah yaitu ada yang sekitar 40-50m melalui Gua Jomblang, wisatawan lebih banyak turun di gua tersebut. Selain itu fasilitas yang di bangun seperti pondokan dan tempat camp serta vila juga lebih dekat dengan Gua Jomblang, sedangkan untuk mencapai Gua Grubug harus melalui kebun dan di dekat mulut gua tidak tersedia tempat yang memadai untuk membangun camp. Namun, di Gua Grubug sudah disediakan anchor dari palang besi yang dapat digunakan untuk membuat jalur SRT ke bawah.

goa-grubuk_170119_0168

Gambar : Mulut Gua Grubug dengan diameter ±20m (kamera menghadap barat)

 

Senin, 16 Januari 2017

Dengan bermodal latihan intensif selama kurang lebih 5 hari, team caving yang terdiri dari Rahajeng Ardinni (Minol), Aan Saputra (Sobek), Ilham Ilmawan (Umbel), Almas Nusrotul (Kabau), Yusra Fadli (Cigak), Benozola T.(Amoy), Premira A. (Ucul) dan Angga Wahyu (Telo) siap turun dengan dibantu team permukaan yang beranggotakan Arsa I. (Kong), Sastiawan (Wakwaw), Bella Agus (Sonthol), Aditya Ichsan (Tenot), Atoro Aditya (Slencoh), Jati Yoga (Peyek) dan  Bagus W. (Celup).

Sebelum turun, mengenai perijinan kami menghubungi Mas Cahyo selaku pengelola wisata di daerah Jomblang. Namun ada beberapa koreksi mengenai perijinan yang kami lakukan. Seharusnya surat ijin yang masuk ke pengelola wisata telah mendapat tanda tangan dari Kepala Dukuh setempat, sedangkan kami baru memasukkan ijin ke Pak Dukuh di hari sebelum turun ke gua. Untunglah meskipun terdapat kesalahan, kami masih boleh melanjutkan rencana caving di Grubug.

Kembali membahas teknis, setelah sehari sebelumnya kami mempersiapkan alat dan perlengkapan untuk caving dan juga camping, tepatnya Senin, 16 Januari 2017 pukul 12.00 WIB kami berkumpul di Sekretariat Kapala Magmagama yang sering kami sebut Dapur Magma. Dari mulai pukul 12.00, kami melakukan packing dan juga briefing singkat mengenai keberangkatan kami menuju Gua Grubug. Karena ada beberapa kendala jadwal dari anggota team, akhirnya keberangkatan dibagi menjadi 2 kloter. Kloter pertama berangkat pukul 14.30 dari Dapur dengan beranggotakan 10 orang yaitu Minol, Cigak, Sonthol, Umbel, Kabau, Peyek, Slencoh, Tenot, Amoy, dan Telo. Target dari kloter pertama ini adalah untuk reconaisance mulut gua dan merencanakan jalur untuk rigging esok hari serta memasukkan surat perijinan. Sementara kloter kedua menyusul setelah maghrib. Selain dua kloter tersebut, salah satu anggota yaitu Celup langsung menyusul ke lokasi karena rumahnya berada di daerah Ponjong.

Sayangnya target dari kloter pertama tidak semuanya berjalan dengan lancar. Selain karena menunggu Telo dan Amoy yang mengambil flash eksternal di Jalan Magelang, motor yang ditumpangi Minol dan Cigak bocor sesampainya di Wonosari. Hasilnya rombongan kloter 1 sampai di lokasi baru sekitar 15.30 WIB. Dan karena ada salah komunikasi antara rombongan tersebut dengan Celup yang sudah terlebih dahulu sampai dilokasi, target yang dapat dipenuhi sore itu hanya memasukkan perijinan ke Pak Dukuh dan juga pengelola wisata Jomblang. Sedangkan untuk reconaisance mulut gua terhambat karena peta yang ada di sekitar Gua Jomblang tidak menampilkan arah mata angin, skala dan juga legenda. Sehingga team beranggapan peta tersebut seperti peta pada umumnya yaitu arah utara berada di atas. Awalnya Minol dan Umbel menyusuri jalan setapak yang dianggap sesuai dengan arah peta hingga hampir sampai ke pedesaan. Padahal menurut Minol jarak lorong yang menghubungkan Gua Jomblang dan Gua Grubug hanya sekitar 100m, sedangkan mereka sudah hampir berjalan lebih dari 500m. Karena tidak menemukan tanda-tanda mulut Gua, akhirnya kedua orang tersebut memilih kembali ke rombongan.

Karena hari sudah semakin petang, akhirnya team memilih untuk segera membangun camp di sekitar mulut Gua Jomblang. Sementara Cigak dan Minol kembali berusaha untuk menemukan mulut Gua Grubug dengan menyusuri beberapa jalan setapak yang masuk ke perkebunan warga. Hasilnya nihil juga. Adzan maghrib dan gelap yang mulai menyelimuti membuat kegiatan pencarian tersebut terpaksa dihentikan. Serem juga euy, apalagi sebelum berangkat Cigak bercerita tentang sejarah Gua Grubug yang diduga merupakan tempat eksekusi PKI saat peristiwa G30S/PKI serta makhluk apa saja yang “menunggui” daerah tersebut berdasarkan acara Mister Tukul Jalan-Jalan.

Malam semakin gelap dan perut semakin lapar. Team akhirnya memutuskan membangun 2 dome, meskipun di dekat mulut Gua Jomblang sudah ada gubukan. Dome dirasa lebih nyaman daripada gubukan yang banyak kotoran burung di permukaannya. Selanjutnya kami masak dengan menu sup dan telur goreng.

Selesai kami makan, rombongan kloter 2 yaitu Sobek, Ucul, Kong dan Wakwaw datang. Tak lama, hujan rintik-rintik turun, dan beberapa anggota memilih untuk masuk dome dan mempersiapkan tenaga untuk esok hari. Namun banyak juga yang memilih membunuh malam dengan bermain kartu remi dan melakukan taruhan konyol, seperti yang kalah harus menggoda cewek. Sial menghampiri Slencoh dan Sobek. Slencoh mendapat hukuman sebagai “Pecundang Remi”, dan harus menggoda Kabau, sementara Sobek memilih hukuman fisik yaitu berjalan dengan badan diikat sarung dari lokasi caving menuju tempat parkir.

Selasa, 17 Januari 2017

Esoknya, pukul 05.00 WIB team sudah bangun dan bersiap-siap untuk melakukan eksplorasi. Kabau, Minol, Ucul dibantu oleh Slencoh dan Peyek menyiapkan sarapan untuk pagi itu, sementara yang lain menyiapkan alat. Karena target reconaisance yang gagal dilakukan kemarin, akhirnya Telo dan Umbel memutuskan untuk bertanya ke penjaga vila di Jomblang. Dan ternyata letak Gua Grubug hanya berada sekitar 100m ke arah barat laut dari Gua Jomblang, bukan di timur laut seperti perkiraan awal setelah membaca peta.

Pukul 06.30 team rigging yang di pimpin oleh Sobek dan beranggotakan Cigak, Telo, Amoy dan Kong berangkat terlebih dahulu menuju mulut Gua Grubug. Sementara yang lain membereskan area camp dan juga sarapan sekitar pukul 07.00. Pada pukul 07.30 area camp telah bersih dan kami menyusul team rigging, tak lupa membawakan jatah sarapan mereka juga.

Sesampainya di dekat mulut Gua Grubug, Sobek didampingi oleh Cigak dan Kong masih berkutat dengan rencana pemasangan jalur. Awalnya Sobek membuat jalur intermediet dengan main anchor berada tepat di bibir gua dengan memanfaatkan palang besi yang vertikal. Namun setelah dicoba turun, menurut Sobek jalur tersebut akan menyusahkan caver saat naik, karena tidak adanya pijakan setelah jalur intermediet tersebut. Akhirnya kami memutuskan menggunakan palang besi yang horizontal sebagai main anchor, dengan pertimbangan jalur SRT bisa langsung polosan. Harapan kami saat itu hanya semoga tidak ada wisatawan yang turun menggunakan jalur tersebut, atau terpaksa kami harus membongkar lagi rigging jalur yang sudah dibuat.

Untungnya keberuntungan masih ada di pihak kami. Jalur tersebut free sampai eksplorasi selesai. Sobek sebagai rigging man pertama turun pada pukul 08.30 WIB. Selanjutnya disusul Cigak, Kabau, Umbel dan Minol yang bertugas untuk melakukan pemetaan gua. Sementara Ucul, Amoy dan Telo  yang turun kemudian bertugas untuk mengambil video dan melakukan fotografi gua di bantu Sobek.

Tidak ada hambatan yang berarti saat melakukan descending, karena untungnya dengan menggunakan tali 100m dikurangi untuk instalasi rigging, tali tepat menyentuh dasar gua. Sehingga saat descending tidak perlu melewati sambungan tali seperti yang sudah diperkirakan sebelumnya.

goa-grubuk_170119_0074

Gambar : Amoy Saat Menuruni Lintasan SRT sepanjang ±90 m

Setelah Minol sampai dibawah, team pemetaan langsung melakukan tugasnya sembari menunggu caver yang lain sampai di bawah. Pemetaan kali ini dilakukan pada grade 3C dengan Umbel sebagai stationer, Minol sebagai shooter, Kabau sebagai deskriptor dan Cigak yang bertugas untuk menggambar sketsa.

goa-grubuk_170119_0059

Gambar : Kabau Sebagai Deskriptor

Selama pemetaan selain mengambil data untuk peta, team juga sedikit banyak berdiskusi tentang genesa dan batuan yang membentuk Gua Grubug-Jomblang. Secara umum, kedua gua yang berbentuk sumuran ini dalam bahasa speleologi disebut sebagai doline. Kedua doline ini terbentuk akibat dari runtuhnya batuan atau disebut juga sebagai colapse doline. Hal tersebut dapat terlihat dari bekas runtuhan batuan baik di bawah mulut Gua Grubug maupun Gua Jomblang. Selain itu di lorong yang menghubungkan kedua lorong ini juga dipenuhi dengan runtuhan batuan dari dinding dan atas disekitarnya. Diperkirakan  batuan ini runtuh akibat gempa yang didukung dengan morfologi bawah permukaan yang awalnya telah membentuk lorong terutama dari aliran Kalisuci dan membuat jembatan alam. Di dalam gua terdapat beberapa kelurusan dari kekar yang memanjang dengan arah relatif utara-selatan yang merupakan bidang lemah. Selain itu, runtuhan pada lorong gua cenderung mengikuti perlapisan batuan yang tersusun atas perselingan floatstone, grainstone dan packstone dengan kemiringan batuan ke arah  selatan. Berdasarkan fasies batuan tersebut, diperkirakan lokasi masuk ke dalam Formasi Wonosari. Secara regional formasi ini berumur Miosen Tengah – Pliosen atau terbentuk sekitar 3-15 juta tahun lalu.

Hanya sekitar 1 jam, pemetaan yang dilakukan dari Gua Grubug menuju ke Gua Jomblang selesai di lakukan. Dan tepat kami sampai di Gua Jomblang, rombongan team fotografi menyusul kami. Momen “cahaya surga” berhasil dinikmati Ucul dan Telo, namun saat keduanya berada di lintasan.

Sayangnya, hujan yang cukup deras langsung turun saat team pemetaan masih mengambil data mulut Gua Jomblang. Mau tak mau kami harus berbasah-basah demi menyelesaikan misi.  Di saat itu, terdapat 8 wisatawan dari Medan, Malaysia dan Turki yang berkunjung juga ke Gua Jomblang. Mereka turun dengan cara di lowering oleh petugas pengelola pariwisata. Meskipun hujan, mereka tetap semangat untuk segera ke Gua Grubug dan berharap mendapatkan “cahaya surga”. Sementara rombongan team kami lebih memilih untuk mencari tempat berteduh dahulu dan memakan bekal pisang goreng yang dikirim oleh team permukaan.

dscn3463

Gambar : Mulut Gua Jomblang dari Bawah Lorong Gua

Sebagai mapala geologi, insting dasar kami tidak pernah berhenti untuk mengamati keadaan sekitar. Diskusi kembali asik dilakukan, terutama tentang tidak banyaknya ornamen gua yang ditemui di sepanjang Gua Grubug-Jomblang. Hanya terdapat flowstone dan beberapa stalagtit saja yang terlihat elok di Gua Grubug, selebihnya ornamen yang ditemukan telah mati. Hal tersebut kami sepakati sebagai minimnya suplai air di dalam gua itu sendiri. Seperti yang diketahui, ornamen gua dapat terbentuk akibat dari presitipasi air yang melewati batuan karbonat. Ia membawa endapan CaCO3, dan dengan debit yang sesuai, kandungan karbonat ini dapat mengendap dan membentuk ornamen gua seperti stalaktit ataupun stalagmit. Ornamen gua tidak dapat diharapkan tumbuh pada daerah aliran Kalisuci yang mengalir di bawah Gua Grubug, karena debit airnya terlalu deras sehingga sifatnya justru akan merusak.

Tak lama hujan mulai mereda dan team memutuskan kembali ke Gua Grubug. Tapi sebelum kembali, kami berfoto terlebih dahulu di mulut lorong gua yang menghubungkan Gua Jomblang dan Gua Grubug.

goa-grubuk_170119_0083

Gambar : Team di Depan Lorong yang Menghubungkan Gua Jomblang- Grubug

Sesampainya di Gua Grubug, kami kembali bertemu dengan para wisatawan yang asik mengambil foto. Sayangnya hujan yang datang menyisakan mendung dan membuat momen cahaya surga menjadi nihil siang itu. Karena ramainya suasana disana, team memilih mencari tempat untuk istirahat sembari beberapa bercengkrama dengan para wisatawan. Repotnya menjadi mahasiswa geologi yang nyasar di lokasi wisata adalah kamu bakal ditanya tentang segala hal yang berkaitan dengan geologi di daerah tersebut. Salah satunya adalah Minol yang ditanya tentang berapa umur batuan di daerah tersebut. Hmmm, untungnya sebelum turun Minol sudah membaca papan sejarah singkat yang dipasang di depan vila. Meskipun setelah menjawab “40 juta tahun lalu”, ia baru sadar kalo rasanya itu terlalu tua. Setidaknya dalam umur tersebut masuk dalam kala Eosen, duh perlu kajian lagi ini poster yang dibaca.

Tak lama, karena di dalam gua suasana gelap semakin menyelimuti, para wisatawan akhirnya memutuskan untuk kembali naik ke atas. Begitu suasana kembali hanya kami ber delapan, kami memutuskan untuk segera mengambil beberapa gambar. Dengan dipandu Sobek sebagai fotografer, kami memposisikan diri dengan dan berfoto ria. Sayangnya foto yang diambil tidak terlalu bagus karena flash eksternal yang rencana dibawa tertinggal di kontrakan Telo dan sialnya lagi kunci kontrakan tersebut terbawa saudaranya yang sudah pulang ke Magelang. Akhirnya kami hanya mengandalkan pencahayaan dari sapuan senter milik Sobek.

goa-grubuk_170119_0110

Gambar : Ornamen Flowstone di Gua Grubug

goa-grubuk_170119_0117

Gambar : Team di Depan Ornamen Flowstone

Kami berfoto hingga baterai di kamera Sobek hampir habis. Dan setelah itu pada pukul 12.30 WIB kami memutuskan menyudahi eksplorasi dan kembali ke permukaan. Team yang pertama naik adalah Sobek, disusul dengan Cigak, Kabau, Minol, Umbel, Ucul, Telo dan yang terakhir sekaligus bertugas untuk cleaning adalah Amoy. Rata-rata tiap dari kami berhasil naik ke permukaan dengan waktu ±30 menit, sehingga pada pukul 16.15 WIB semua team sudah berada di permukaan dan cleaning alat sudah bisa dilakukan.

Sembari menunggu team yang sedang naik, team permukaan yang bertugas mengawasi keadaan luar sudah menyiapkan makan siang. Sehingga caver yang sudah naik langsung dapat membersihkan diri dan menyantap makan siang dengan menu pecel. Kekurangan dari pengelolaan wisata di Gua Jomblang adalah, ketersediaan kamar mandi yang tidak terawat. Air memang cukup melimpah di kamar mandi yang sudah disediakan, namun kondisinya sangat tidak layak dengan pintu yang hanya berupa kain dan di kamar mandi pun sudah banyak ditumbuhi rumput permukaannya. Sangat berbeda sekali dengan kamar mandi di vila yang tak jauh letaknya dengan mulut gua. Baiknya Dinas Pariwisata juga memberikan perawatan untuk fasilitas yang sudah disediakan. Begitupula dengan wisatawan yang datang, jangan justru merusak apalagi mencoret-coret fasilitas yang ada.

Setelah semua berada di permukaan, team langsung membereskan camp dan peralatan yang digunakan. Pada pukul 17.30 WIB semua alat sudah masuk ke carier dan tackle bag kami. Sebelum hari semakin gelap, kami memutuskan untuk segera kembali ke Jogja dengan pertimbangan jalan akses masuk ke Gua Jomblang yang licin dan berlumpur sehingga akan lebih berbahaya jika kami pulang saat sudah petang. Dengan di Kong dan Wakwaw sebagai leader serta Cigak dan Minol sebagai sweeper, team melakukan perjalanan kembali menuju Jogja.

Dengan kendalan jalan yang licin ditambah dengan hujan yang kembali menerjang, pukul 19.00 WIB seluruh team sudah kembali ke Dapur Magma. Setelah meletakkan alat, kami memutuskan untuk kembali ke kost atau rumah masing-masing dan menikmati empuknya kasur malam itu.

Lelah memang, namun merupakan pengalaman yang luar biasa bagi kami menyusuri gelapnya Gua Grubug-Jomblang yang harus melalui SRT sedalam ±90m. Banyak yang harus kami persiapkan hanya untuk melakukan perjalanan sejauh itu, dan tentunya kami harus mengalahkan ketakutan kami sendiri untuk dapat melaluinya.

So, mau kemana lagi kita sekarang? ^^

Dibawah ini merupakan hasil pemetaan Gua Jomblang-Gua Grubug:

speleo-map-jomblang

gua-grubug

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.