Catatan Pendakian Gunung Sumbing (3371 mdpl)

Catatan Pendakian Gunung Sumbing (3371 mdpl)

Oleh: Nur Rahmi Amalia (MA. 1423014)

Liburan semester hampir usai. Tak akan lengkap dan berarti sebuah liburan tanpa mendaki sebuah gunung, bagi kami para pencinta gunung. Ide dari pendakian gunung Sumbing ini berasal dari saya sendiri yang rindu akan suasana pendakian yang sudah lama sekali tidak dilakukan. Dengan memanfaatkan waktu liburan yang tinggal sedikit, saya mengajak beberapa rekan Magmagama untuk menaklukkan dan merasakan sensasi menaiki puncak tertinggi ketiga di pulau Jawa itu. Inilah kisah pendakian kami di gunung Sumbing.

Jumat, 20 Januari 2017

Hari yang telah direncanakan sebulan yang lalupun tiba. Pendakian ini diikuti oleh lima orang, diantaranya adalah Saya (Ami), Berli, Agus, Deta, dan Tifa (temannya Agus). Dari lima orang anggota pendakian, empat orang diantaranya merupakan anggota Magmagama. Sesuai dengan rencana semalam, maka pagi ini pukul 07.30 WIB saya dan Berli berbelanja kebutuhan kelompok di Pasar dekat Tugu. Sembari kami berbelanja, anggota lainnya melakukan packing di dapur Magma. Akhirnya kami siap berangkat pada pukul 09.20 WIB. Kami berangkat menggunakan motor. Perjalanan diawali dengan berdoa di depan dapur Magma. Dalam perjalanan ini, saya dan Berli menjadi leader, lalu diikuti oleh Deta, serta Agus dan Tifa sebagai sweeper di belakang.

Perjalanan menuju basecamp lancar, walaupun banyak rintangan yang menghadang seperti hujan yang datang – pergi – datang lagi yang membuat kami beberapa kali berhenti dan turun dari motor untuk memasang –  melepas – dan memasang mantol. Perjalanan terhenti ketika hari menunjukkan pukul 11.30 WIB. Kami berhenti di Mesjid Alun-Alun Temanggung. Sembari menunggu Agus dan Deta sholat Jumat, saya, Tifa, dan Berli mengisi perut di warung mi ayam dekat alun-alun. Setelah sholat Jumat, Agus dan Deta menyusul kami makan disana. Namun, hal yang tak terduga terjadi. Hujan yang mengguyur kota Temanggung semakin deras. Saking derasnya, warung pkl tempat kami melindungi diri ikut basah karena diguyur hujan. Perjalanan kami jadi terlambat. Pukul 13.30 WIB akhirnya hujan reda. Segera kami melanjutkan perjalanan yang tinggal 30 menit lagi menuju basecamp. Tepat pukul 14.10 WIB kami tiba di basecamp Gunung Sumbing via Garung. Kondisi basecamp sepi sekali. Hanya ada 1 rombongan yang akan mendaki juga. Setelah kami beristirahat dan sholat, Berli dan Agus melapor ke penjaga basecamp untuk melakukan pendakian. Ternyata basecamp menyediakan ojek ke pos 1 dengan membayarkan transport sebanyak Rp 25.000,00. Keraguan mulai muncul di hati. Apakah naik ojek atau tidak? Setelah kami berdiskusi, kami memutuskan untuk berjalan saja, tanpa menggunakan ojek.

Pukul 14.45 WIB kami memulai pendakian. Letak basecamp yang dekat dari jalan raya membuat perjalanan menuju puncak semakin jauh. Kami harus menempuh jalan aspal menuju desa terlebih dahulu, kemudian menempuh jalan bebatuan di desa. Pada awalnya, kami memulai pendakian menggunakan jalur baru. Namun, setelah 30 menit berjalan, kami diberitahu warga desa bahwa jalur baru tidak bisa digunakan karena banjir di sekitar sungai. Sontak kami kaget dan memilih turun ke bawah, lalu melanjutkan pendakian dengan menggunakan jalur lama. Adzan Ashar berkumandang setelah kami tiba lagi di desa. Deta dan Agus melaksanakan sholat Ashar terlebih dahulu, agar perjalananan lancar tanpa hambatan seperti tadi.

503855.jpg

Pukul 16.20 WIB kami melanjutkan perjalanan lagi menggunakan jalur lama. Perjalanan ini begitu melelahkan bagiku, karena jalannya berupa jalan desa yang disusun oleh batu- batu. Sehingga akan terasa sangat capek. Perjalanan ini dihiasi dengan angin yang bertiup sangat kencang, kabut, dan gerimis. Semangatku hampir padam. Padahal baru 1/5 dari perjalanan. Setelah berjalan selama 1 jam 40 menit, akhirnya kami tiba di Pos 1. Saya sangat bahagia sekali dan duduk untuk melepas penat. Pos 1 di gunung Sumbing ini seperti “Indomaret”nya gunung saja. Bayangkan, disini semuanya ada. Mulai dari wc, kamar mandi, musholla, hingga warung yang menjajakan makanan-makanan lezat. Kami memutuskan untuk beristirahat makan dan sholat di tempat ini. Saya memesan nasi goreng yang rasanya sangat enyoi. Kata Deta:”rasanya kayak nasi goreng buatan ibuku”. Kemudian saya juga melahap dua gorengan tahu dan mendoan. Setelah melahap makanan yang disediakan, kami semua segera sholat di musholla dan Berli menunggui tas kami di warung tadi. Kami melakukan sholat Magrib dan sholat Isha. Setelah selesai sholat, tiba-tiba kami merasakan perasaan yang luar biasa, yaitu : mager. Hal ini disebabkan oleh kondisi musholla yang hangat dan dari dalam musholla terdengar suara badai yang luar biasa di luar sana. Suara itu menciutkan nyali kami untuk melanjutkan perjalanan. Setelah berleha-leha beberapa menit, akhirnya kami kembali lagi ke warung pada pukul 19.30 WIB. Kemudian, kami berberes untuk melanjutkan perjalanan.

Pukul 19.50 WIB kami melanjutkan perjalanan lagi. Setelah mendapatkan info dari bapak penjaga warung, kami disarankan untuk bermalam di pos 3 karena kondisi di Pestan tidak memungkinkan untuk mendirikan tenda dengan kondisi cuaca saat ini. Perjalanan menuju pos 2 ditempuh dalam waktu 1,5 jam. Setelah beristirahat sebentar di pos 2, kami melanjutkan perjalaan ke pos 3. Perjalanan menuju pos 3 terasa sangat berat karena kondisi lereng yang sangat terjal, yaitu sekitar 450 yang mengakibatkan kami menaikinya secara perlahan sambil mengais-ngais tanah. Kondisi tanah yang licin sehabis hujan mengakibatkan kami juga takut tergelincir. Akhirnya kami tiba di pos 3. Namun, kondisi pos 3 terasa sempit karena ada beberapa dome disana. Akhirnya kami memutuskan untuk bermalam di bawah pos 3, yaitu camp area 2. Kami mendirikan dome dan mengeluarkan semua makanan. Kami membuat minuman hangat dan memakan makanan ringan yang dibawa. Kemudian jam 01.00 WIB kami bergegas tidur agar bisa bangun jam 04.00 WIB untuk melanjutkan perjalanan ke puncak.

25174.jpg

Sabtu, 21 Januari 2016

Kenyataannya tidaklah seindah harapannya. Jadwal bangun yang seharusnya pukul 04.00 WIB diundur menjadi pukul 05.00 WIB. Mungkin karena rasa lelah dan kantuk dari perjalanan kemarin. Setelah sholat Subuh, kami memasak makanan cepat saji seperti nasi dan sarden serta minuman hangat. Pukul 07.30 WIB kami berangkat menuju puncak. Namun, ketika perjalanan baru berjalan 15 menit, Agus merasakan sensasi biasa di gunung pagi hari (red. BAB). Akhirnya kami menunggu sekitar 20 menit kemudian melanjutkan perjalanan lagi. Perjalanan dari Pestan menuju Pasar Watu terasa berat. Jalur yang digunakan awalnya berupa tanah. Kemudian berbatu – batu hingga bongkah-bongkah batu yang besar. Perjalanan menuju Pasar Watu menghabiskan waktu 2 jam. Kemudian perjalanan dilanjutkan menuju Watu Kotak. Perjalanan menuju Watu Kotak terasa sangat berat. Selain stamina yang semakin berkurang, kondisi jalur yang sangat berat membuat langkah kaki terasa sangat lambat. Perjalanan normal dari Watu Kotak ke puncak yang bisa ditempuh dalam waktu 1,5 jam, molor menjadi 2 jam, sehingga kami sampai di puncak Kawah pada pukul 13.00 WIB. Perasaan bahagia, senang, terharu bercapur menjadi satu. Bagaimana tidak, puncak yang diidam-idamkan sejak beberapa tahun belakangan akhirnya tercapai. Kondisi di puncak berawan dan berangin sangat kencang. Setelah berfoto – foto dan beristirahat selama 1 jam, kami segera turun lagi ke camp area 2, tempat kami bermalam.

Perjalanan turun ditempuh dalam waktu 2,5 jam. Setelah semuanya sampai di camp, kami segera memasak nasi, gorengan, dan minuman hangat. Pada awalnya, kami menjadwalkan turun ke basecamp pada pukul 20.00 WIB karena Berli ada ibadah esok harinya. Namun, pukul 19.00 WIB hujan datang disertai angin kencang. Akhirnya kami mengundurkan niat untuk turun hingga pukul 23.00 WIB. Berli meminta izin untuk turun sendirian menuju basecamp dan Jogja. Awalnya kami bingung, karena dalam SOP seharusnya tidak dibolehkan seorang pendaki menempuh perjalanan sendirian. Namun, dalam kondisi ini, kami semua merasa letih dan lelah. Akhirnya kami memutuskan Berli boleh turun ke bawah sendirian dengan mensyaratkan Berli harus hati – hati dan pelan-pelan serta ada senter cadangan. Pada pukul 02.00 WIB akhirnya datang pesan dari Berli yang memberitahukan bahwa dia sudah sampai Basecamp dengan selamat. Alhamdulillah akhirnya Berli bisa pulang ke Jogja dengan tepat waktu.

Minggu, 22 Januari 2016

Pukul 05.00 WIB kami yang tersisa di camp bangun. Sarapan sebentar lalu packing untuk melanjutkan perjalanan menuju basecamp. Perjalanan turun dimulai pada pukul 09.15 WIB. Perjalanan turun terasa lancar walaupun kami turun dengan tersendat-sendat karena jalan dari tanah yang licin. Kami sampai di pos 1 pukul 11.00 WIB. Akhirnya kami tergoda untuk beristirahat kembali disini. Sambil mencicipi gorengan dan teh hangat yang disediakan, kami berleha-leha sejenak selama 1 jam. Kemudian, kami melanjutkan perjalanan lagi ke bawah menuju basecamp. Perjalanan menuju basecamp lancar sehingga kami sampai di basecamp pada pukul 13.30 WIB. Setibanya di basecamp, kami langsung membersihkan diri dan packing lagi. Lalu melanjutkan perjalanan lagi ke Jogja dengan bahagia.

Alhamdulillah, pendakian Gunung Sumbing ini terlaksana dengan baik. Cuaca yang tidak terlalu buruk membuat perjalanan kami tidak begitu dilanda hambatan. Walaupun ini bukan merupakan proker Magmagama, saya sebagai ide dari pendakian ini sekaligus yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pendakian ini mengucapkan rasa terima kasih sebanyak-banyaknya kepada Bella Agus, Berli, Deta, dan Tifa yang sudah meluangkan waktu untuk sama-sama merasakan sensasi menaiki gunung tertinggi ketiga di pulau Jawa ini. Terima kasih juga kepada Kapala Magmagama yang telah meminjamkan logistik yang diperlukan saat pendakian. Semoga Magmagama selalu membahana. JAYALAH KAPALA MAGMAGAMA!

Satu tanggapan untuk “Catatan Pendakian Gunung Sumbing (3371 mdpl)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.