Catatan Perjalanan Dikjut Caving Magmagama XXVII
Oleh : Magmagama angkatan 27
Pada hari Sabtu tanggal 7 April 2018, seusai Fieldtrip Sedimentologi kami berkumpul
di “Dapur Magma” (istilah Ruang Sekretariat Magmagama). Pada awalnya dijadwalkan untuk berkumpul pada jam 18.00, namun kami baru dapat berkumpul lengkap tepat pukul 18.40. Kami pun juga tak lupa untuk terlebih dahulu mengecek kelengkapan barang yang akan dibawa dikjut serta membagi barang-barang agar mudah dibawa dengan motor. Saat melakukan persiapan, hujan turun dengan deras sehingga membuat keberangkatan kloter pertama juga mundur. Kami pun kemudian memutuskan untuk sholat isya terlebih dahulu. Setelah agak reda, kloter pertama yang terdiri dari Lutung, Kecret, Dobi, Upho, Hilih, Kinthil, Pejyu, dan Mejhen berangkat menuju lokasi di daerah pinggiran Kabupaten Purworejo. Namun sebelum itu kami melakukan briefing dan berdoa demi keselamatan pre, syn, dan pasca dikjut.
Sekitar setengah jam setelah keberangkatan kloter pertama, kloter kedua yang terdiri
dari Cimush, Ceplox, Cindot, Kopong, Ramang, Galer, dan Angok bersama Mas Celup, Mba Geprek, Mba Belek, Mba Nyenyek, Mas Amoy (TrashBoy), Mas Ndembik berangkat. Perjalanan sedikit terhambat karena ada salah satu yang handphone-nya tertinggal di dapur. Ketika sedang melakukan perjalanan, hujan turun dengan deras. Tetapi kami sudah mempersiapkan diri dengan mengenakan jas hujan sebelum berangkat agar perjalanan tetap lancar dan sesuai dengan rencana. Saat melakukan perjalanan, kami juga sempat terhambat karena susahnya sinyal pada daerah tersebut dimana teman kami ada yang tertinggal di belakang dan sempat tersasar. Tetapi akhirnya kami bisa berjumpa lagi dengan mengandalkan aplikasi bernama ‘Peta Gugel’ walaupun sedikit salah.
Perjalanan dari Dapur Magma ke Basecamp Mbah Cokro seharusnya dapat ditempuh selama satu setengah jam seperti yang dilakukan oleh kloter satu. Namun karena adanya sedikit musibah, perjalanan yang ditempuh oleh kelompok dua menjadi memakan waktu sekitar 3 jam. Perjalanan dimulai dari Ringroad ke arah Jalan Godean melewati Kulon Progo lalu menuju Purworejo. Perjalanan setelah melewati Kali Opak langsung berubah secara signifikan. Jalanan yang sebelumnya datar dan ramai berubah menjadi sepi dan penuh tanjakan ekstrem serta kelokan. Setelah sampai di basecamp, kami beristirahat sebentar dan melanjutkan membuat tabel untuk kegiatan dikjut sembari makan mie. Lalu beberapa dari kami beristirahat dan yang lain masih mengobrol hingga larut malam.
Keesokan harinya, hari Minggu tanggal 8 April 2017, adalah hari eksekusi. Dikjut caving Magmagama XXVII dilakukan di Gua Nguwik yang terletak di Padukuhan Katerban, Desa Donorejo, Kecamatan Kaligesing. Lokasi goa yang tergolong tersembunyi membuat gua ini jarang sekali didatangi pengunjung.
Output yang diharapkan adalah berupa peta gua, fotografi gua, serta catatan perjalanan. Kamipun bangun sekitar pukul 5 pagi untuk mulai bersiap-siap diri, tanpa mandi. Kemudian kami menyiapkan barang yang akan dibawa masuk ke goa. Tak lupa kami pun juga menyantap makanan yang disediakan basecamp Mbah Cokro. Sebelum berangkat kami berkumpul di depan basecamp Mbah Cokro untuk melakukan briefing teknis serta pembagian dewan tiap kelompok yang akan ikut turun ke goa. Dari basecamp Mbah Cokro kami pun langsung menuju ke Gua Nguwik yang terletak tak begitu jauh dari basecamp. Sembari menyiapkan diri, Mas Telo, Mas Amoy, dan juga Mas Sluencoh terlebih dahulu masuk ke dalam gua untuk memasang batas pemetaan tiap kelompok. Jadi, satu kelompok tidak akan memetakan gua sepenuhnya. Tiap kelompok sudah mendapatkan porsi bagian gua yang akan dipetakan sesuai batas-batas yang telah ditentukan oleh dewan. Selanjutnya data dari masing-masing kelompok dijadikan satu untuk membuat peta goa secara keseluruhan.
Setelah selesai memasang batas pemetaan, Mas Telo kemudian memberikan briefing tentang teknis pemetaan. Sistem susur goa yang diterapkan kali ini adalah Top to Bottom, artinya kami masuk ke dalam goa sembari melakukan pemetaan langsung. Sedangkan metode susur gua yang diterapkan adalah forward method, artinya pada saat pemetaan ketika hendak melanjutkan ke titik pengamatan selanjutnya, stationer selalu maju terlebih dahulu dan berada di depan shooter hingga begitu seterusnya. Pada kegiatan susur gua kali ini kami dibagi menjadi empat kelompok. Kelompok 1 terdiri dari Angok, Cindot, Dobi, dan Pejyu; Kelompok 2 terdiri dari Cimush, Ceplox, dan Galer; Kelompok 3 terdiri dari Kinthil, Mejhen, Upho, dan Kecret; serta Kelompok 4 terdiri dari Lutung, Kopong, Hilih, dan Ramang. Dalam satu kelompok masing-masing anggotanya sudah ada tugasnya sendiri. Ada yang menjadi shooter, descriptor, stationer, dan sketcher. Alat yang digunakan tiap kelompok meliputi : satu kompas geologi atau satu tandem sunto, satu pita ukur, alat tulis, tabel di atas kertas kalkir untuk mencatat data-data yang ada bagi descriptor dan sketcher, dan peralatan P3K. Setiap individu yang memasuki Goa Nguwik ini tentunya sudah dilengkapi dengan tingkatan safety yang cukup karena wajib mengenakan sepatu boots, helm proyek disertai headlamp, satu senter cadangan, baju lengan panjang, dan celana panjang. Bahkan beberapa dari kami
ada juga yang memakai coverall. Tak lupa semua kelompok didampingi oleh dewan supaya keamanan dan semua kegiatan di dalam gua selalu dalam pengawasan.
Setelah semua kelompok sudah siap, tibalah kami di mulut gua. Mulut Gua Nguwik ini tergolong tidak terlalu besar. Sekitar pukul 08.20 satu persatu kelompok dipanggil untuk
menunggu giliran masuk. Dimulai dari mulut goa, langkah demi langkah kaki kian memasuki gua semakin dalam dan menjauh dari mulutnya. Kelompok yang pertama masuk adalah kelompok 4 yang mana mereka kebagian untuk memetakan kavling goa yang paling ujung, dilanjutkan dengan kelompok 3, kemudian kelompok 2, lalu diakhiri oleh kelompok 1. Alangkah takjubnya diriku ketika melihat ornamen di dalam gua yang tidak pernah tersentuh oleh keberadaan manusia sehingga ornamen seperti batuan, stalagtit, stalagmit, goursdam, flowstone, dll terbentuk dengan sendirinya. Suasana di dalam goa pun sangat sunyi tak ada suara apapun kecuali suara kelelawar dan gemercik air yang menetes dari stalagtit. Awalnya jalan masuk ke dalam gua ini berupa jalanan sempit, dimana kami semua harus masuk dengan posisi badan membungkuk. Dalam pikiranku sepintas akan terpikir rasa kecewa, tetapi setelah masuk lebih jauh kedalam ternyata terdapat chamber yang cukup besar. Setelah semua kelompok mendapatkan kavling pemetaannya masing-masing lalu semuanya pun memulai kegiatan pemetaan goa. Secara keseluruhan, medan yang kami lalui tidak terlalu sulit. Cenderung datar dan tidak perlu untuk memanjat ataupun berenang. Pemetaan gua berlangsung tak cukup lama, waktu yang digunakan dari pukul 8 lebih 20 menit hingga 11 lebih 5 menit. Ternyata rundown yang kami buat sesuai rencana bahkan masih menyisakan banyak waktu yang harusnya selesai pemetaan pukul 12 lebih 30 menit.
Semua kelompok berhasil memetakan semua kavlingnya masig-masing dimana dalam setiap kaveling ada keunikannya masing-masing. Kelompok 1 harus memetakan dengan cara berjongkok akibat lorong yang sempit dan pendek; kelompok 2 mendapatkan kaveling yang berupa chamber; kelompok 3 harus memetakan cabang sungai; dan kelompok 4 mendapatkan kaveling yang terdapat ornamen indah di dalamnya. Semua kelompok memiliki ceritanya masing-masing. Lalu saat semua kelompok telah selesai melakukan pemetaan, kami berkumpul terlebih dahulu di kaveling kelompok 4 guna membahas lokasi di dalam gua yang akan dijadikan untuk melakukan istirahat sembari memakan snack yang telah dibawa. Ketika sudah menemukan lokasi yang akan dijadikan sebagai titik istirahat, semua langsung bergegas
menuju tempat tersebut. Kamipun beristirahat sambil memakan makanan ringan yang dibumbui dengan cerita dari masing-masing kelompok tentang kaveling pemetaan guanya. Setelah sekitar 30 menit kami beristirahat, Kami langsung menuju suatu tempat yang akan dijadikan tempat briefing oleh Mas Telo sebelum dilakukannya fotografi gua. Ya, kegiatan fotografi gua ini agaknya perlu keahlian yang cukup mumpuni agar mendapat hasil yang bagus.
Kegiatan fotografi gua ini berlangsung cukup menyenangkan dimana tantangan terbesarnya adalah kami harus bisa menonjolkan keindahan ornamen dari gua itu sendiri. Kegiatan ini harus membutuhkan kesabaran, baik si fotografer, lightman, dan juga modelnya yang harus “berpose” seperti patung. Kegiatan fotografi ini sendiri memiliki alokasi waktu sekitar 1 setengah jam dari pukul 12.30-14.00. Kegiatan ini dibagi menjadi 2 kelompok besar, dimana kelompok 1 terdiri atas kelompok 1 dan 2, sedangkan kelompok 2 yang terdiri dari kelompok 3 dan 4. Alat yang digunakan masing-masing kelompok untuk melakukan fotografi ini adalah kamera, tripod, dan flash external.
Setelah tiap kelompok menemukan spot masing-masing untuk dijadikan objek, kegiatan fotografi langsung dimulai. Menurut kami kegiatan fotografi gua ini cukup menarik karena memerlukan perjuangan untuk melakukannya mulai dari lightman-nya yang harus totalitas dalam memberikan penerangan, modelnya yang harus menahan pose untuk difoto, serta usaha si fotografer untuk melindungi kameranya dari tetesan air yang menetes dari stalagtit. Lalu untuk teknis fotografi gua adalah memilih obyek yang akan dijadikan spot foto terlebih dahulu. Setelah itu tentukan siapa yang akan menjadi model, lightman, dan fotografer. Kemudian barulah fotografer memberikan arahan kepada lightman ke mana sang lightman akan memberikan arah cahayanya terhadap model. Ketika dinilai semua sudah siap, fotografer memberikan aba-aba kepada lightman kapan si lightman akan memberikan pencahayaannya. Pada saat itu, karena hasil foto yang tidak selalu sesuai keinginan akibatnya diharuskan untuk take berulang-ulang. Setelah semua kelompok selesai melakukan kegiatan fotografi, semuanya berkumpul di sebuah chamber besar untuk mendengarkan evaluasi dari kegiatan dikjut Caving ini, mulai dari awal persiapan hingga tahap eksekusi di lapangan. Suasana gua yang sunyi syahdu didukung oleh minimnya suara yang ada serta gelapnya lokasi membuat setiap perkataan evaluasi yang ada seakan-akan langsung masuk ke dalam hati. Disamping melakukan evaluasi, disana kami juga diperintahkan untuk memilih salah satu dari angkatan kami untuk dijadikan PJS sementara. Alhasil setelah dilakukan pemilihan, keluarlah Kinthil sebagai PJS sementara. Setelah kegiatan evaluasi selesai, tak lupa kami peserta diklat lanjutan Caving beserta Dewan Magmagama berfoto bersama. Tak terasa gelapnya goa telah membawa hari hingga menuju sore.
Semua kegiatan selesai, akhirnya semua melakukan kegiatan bersih diri, membersihkan barang-barang yang telah dipakai dan membereskan barang-barang yang ada. Lalu selepas maghrib kami semua makan malam bersama. Senang rasanya melakukan kegiatan bersama, merasakan hangatnya bersenda gurau dengan orang-orang yang telah kamu anggap sebagai keluargamu. Lalu perjalanan pulang dilakukan pada pukul 19.00 dengan diawali doa bersama demi kelancaran dan keselamatan hingga ke tempat tujuan. Kali ini tidak membagi rombongan menjadi 2, tetapi perjalanan kali ini lebih ke menjaga satu sama lain.
“Gua yang gelap dan dingin akan menyimpan sejuta keindahan dan cerita di dalamnya. Semua bagian dari gua dapat bercerita, asal kamu mau memahaminya menceritakan bersama dingin dan lembap”
#editor: 1625004
bennozola